Waktu-waktu yang Dilarang untuk Melaksanakan Shalat
Ada lima waktu yang dimakruhkan melakukan shalat pada waktu tersebut kecuali shalat yang memiliki sebab. Misalnya sebab meng-qadha shalat wajib yang ditinggalkan atau sebab yang berbarengan dengan pelaksanaan shalat seperti shalat gerhana dan shalat istisqa’. Pelarangan di sini hukumnya adalah makruh tahrim. Makruh tahrim dalam fikih kedudukannya sama dengan haram.
Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi dalam kitab Fathul Qarib menjelaskan bahwa ada lima waktu di mana seorang muslim diharamkan melaksanakan shalat, yaitu;
Yang pertama adalah shalat yang tidak memiliki sebab ketika dikerjakan setelah shalat subuh. Dan hukum makruh tersebut tetap ada hingga terbitnya matahari.
Yang kedua adalah shalat saat matahari terbit. Melaksanakan shalat ketika terbitnya matahari hingga keluar secara sempurna dan naik kira-kira setinggi satu tombak sesuai dengan pandangan mata. Syaikh Bin Baz mengatakan kira-kira 15 menit dari waktu terbit.
Yang ketiga adalah shalat saat istiwa’ (matahari di tengah langit). Mengerjakan shalat ketika matahari tepat di tengah-tengah langit hingga bergeser dari tengah-tengah langit. Dari semua itu dikecualikan hari Jumat, ketika shalat Jumat yang dilaksanakan tepat pada waktu istiwa’.
Pengecualian juga berlaku di daerah Haram Makkah, baik di masjid atau yang lainnya. Tidak di-makruh-kan melaksanakan shalat di sana pada semua waktu-waktu ini, baik shalat sunah thawaf atau yang lainnya.
Yang keempat adalah waktu setelah melaksanakan shalat ashar hingga terbenamnya matahari.
Yang kelima ketika terbenam matahari, yaitu ketika mendekati terbenam hingga sempurna terbenam.
Abu Syuja’ menyebutkan dalam kitabnya bahwa hikmah pelarangan shalat di waktu-waktu tersebut adalah berdasarkan hadis Imam Abu Dawud yang diriwayatkan dari sahabat ‘Amr bin ‘Abasah beliau berkata:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ اللَّيْلِ أَسْمَعُ ؟ قَالَ: «جَوْفُ اللَّيْلِ الْآخِرُ، فَصَلِّ مَا شِئْتَ، فَإِنَّ الصَّلَاةَ مَشْهُودَةٌ مَكْتُوبَةٌ، حَتَّى تُصَلِّيَ الصُّبْحَ، ثُمَّ أَقْصِرْ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، فَتَرْتَفِعَ قِيسَ رُمْحٍ، أَوْ رُمْحَيْنِ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَيُصَلِّي لَهَا الْكُفَّارُ، ثُمَّ صَلِّ مَا شِئْتَ، فَإِنَّ الصَّلَاةَ مَشْهُودَةٌ مَكْتُوبَةٌ، حَتَّى يَعْدِلَ الرُّمْحُ ظِلَّهُ، ثُمَّ أَقْصِرْ، فَإِنَّ جَهَنَّمَ تُسْجَرُ، وَتُفْتَحُ أَبْوَابُهَا، فَإِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ، فَصَلِّ مَا شِئْتَ، فَإِنَّ الصَّلَاةَ مَشْهُودَةٌ، حَتَّى تُصَلِّيَ الْعَصْرَ، ثُمَّ أَقْصِرْ، حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَيُصَلِّي لَهَا الْكُفَّارُ»
“Saya bertanya, Wahai Rasulullah bagian malam yang manakah yang paling didengar (dikabulkan), beliau menjawab “pada malam pertengahan yang terakhir”, maka shalatlah kamu sebagaimana yang kamu suka, karena shalat itu disaksikan dan dicatat (para malaikat) sampai shalat subuh, kemudian berhentilah sampai matahari terbit dan kemudian sampai meninggi sekadar ujung tombak atau sekitar dua ujung tombak, karena matahari tersebut terbit di antara dua tanduk syaitan, dan pada saat itu orang-orang kafir tengah shalat/beribadah kepadanya, kemudian shalatlah kamu sebagaimana yang kamu suka, karena shalat tersebut disaksikan dan dicatat, sampai bayangan itu pada ujung tombak (tidak ada bayangan) karena berada di puncak tombak tersebut, kemudian berhentilah karena pada saat itu neraka Jahanam dinyalakan dan dibuka pintu-pintunya. Apabila matahari telah tergelincir, maka shalatlah sebagaimana yang kamu suka, karena shalat tersebut disaksikan sampai datang waktu shalat Ashar, kemudian berhentilah sampai matahari tenggelam, karena sesungguhnya matahari tersebut tenggelam di antara dua tanduk syaitan, dan pada saat itu orang-orang kāfir shalat (beribadah) kepada syaitan.”
Imam Nawawi mengatakan maksud dari terbit dan tenggelam di antara dua tanduk syaitan adalah, saat itu syaitan menyambut terbit dan tenggelamnya matahari dengan dua tanduknya. Hal tersebut karena waktu-waktu itu adalah waktunya orang kafir menyembah TuhanTuhan mereka. Karena itulah kita dilarang melaksanakan shalat yang tidak memiliki sebab pada waktu-waktu tersebut.
Wallahu’alam.
0 komentar: