TERIMA KASIH BUAT ANDA YANG TELAH BERGABUNG DENGAN MUSLIM CENTER. SEMOGA BERITA BERITA YANG TELAH KAMI SAJIKAN DAPAT BERMANFAAT BAGI ANDA. KUNJUNGI JUGA YOUTUBE KAMI PRIA PURBA(MITRA CHANNEL) UNTUK MENERIMA BERAGAM BERITA DAN INFORMASI TERBAIK
T.TANGAN PENGURUS
MITRA
Pria Mitra Purba
TERIMA KASIH BUAT ANDA YANG TELAH BERGABUNG DENGAN MUSLIM CENTER. SEMOGA BERITA BERITA YANG TELAH KAMI SAJIKAN DAPAT BERMANFAAT BAGI ANDA. KUNJUNGI JUGA YOUTUBE KAMI PRIA PURBA(MITRA CHANNEL) UNTUK MENERIMA BERAGAM BERITA DAN INFORMASI TERBAIK
T.TANGAN PENGURUS
MITRA
Pria Mitra Purba
๐ SUDAHKAH ANDA MEMAHAMI & MENGAMALKAN KALIMAT TAUHID?
Setiap muslim wajib marah ketika kalimat tauhid dilecehkan, tetapi yang lebih penting lagi setiap muslim wajib mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tauhid, karena itulah perjuangan untuk menegakkan kalimat tauhid yang sebenarnya.
Dan karena setiap muslim tentu ingin masuk surga serta selamat dari api neraka, maka marilah kita memperhatikan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berikut ini,
ู
َْู َูุงَู ุขุฎِุฑُ َููุงَู
ِِู ูุงَ ุฅََِูู ุฅِูุงَّ ุงَُّููู ุฏَุฎََู ุงْูุฌََّูุฉَ
“Barangsiapa yang akhir ucapannya (sebelum mati) adalah kalimat Laa ilaaha illallaah maka dia akan masuk surga.” [HR. Abu Daud dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Shahihul Jami’: 11425]
Jelaslah bahwa kunci surga adalah kalimat tauhid Laa ilaaha illallaah. Ibarat sebuah rumah, surga memiliki pintu yang harus dibuka dengan sebuah kunci, itulah kalimat Laa ilaaha illallaah. Akan tetapi, kenyataannya tidak semua orang yang memiliki kunci tersebut mampu membuka pintu surga, dikarenakan kunci mereka tidak bergerigi.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan dalam Shahih-nya,
ََِูููู َِْูููุจِ ุจِْู ู
َُูุจٍِّู ุฃََْููุณَ ูุงَ ุฅََِูู ุฅِูุงَّ ุงَُّููู ู
ِْูุชَุงุญُ ุงْูุฌََّูุฉِ َูุงَู ุจََูู ََِْูููู َْููุณَ ู
ِْูุชَุงุญٌ ุฅِูุงَّ َُูู ุฃَุณَْูุงٌู َูุฅِْู ุฌِุฆْุชَ ุจِู
ِْูุชَุงุญٍ َُูู ุฃَุณَْูุงٌู ُูุชِุญَ ََูู َูุฅِูุงَّ َูู
ْ ُْููุชَุญْ ََูู
“Pernah dikatakan kepada Wahb bin Munabbih rahimahullah: Bukankah Laa ilaaha illallaah adalah kunci surga? Beliau menjawab: Benar, akan tetapi tidak ada sebuah kunci kecuali memiliki gerigi, maka apabila engkau datang dengan kunci bergerigi akan dibukakan pintu surga untukmu, jika tidak maka tidak akan dibukakan untukmu.” [Shahih Al-Bukhari]
Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap hamba untuk memahami kalimat tauhid Laa ilaaha illallaah dengan baik dan mengamalkannya. Sebab tidak ada manfaatnya sama sekali jika seseorang hanya mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah, meskipun dia berzikir dengannya seribu kali setiap hari, jika tanpa memahami dan mengamalkannya, inilah yang dimaksud memiliki kunci tanpa gerigi.
Pelajari Lebih Detail Tentang Kalimat Tauhid, Maknanya, Rukunnya, Syaratnya dan Kesalahan-kesalahan dalam Penafsirannya.
๐ SUDAHKAH ANDA MEMAHAMI & MENGAMALKAN KALIMAT TAUHID?
Setiap muslim wajib marah ketika kalimat tauhid dilecehkan, tetapi yang lebih penting lagi setiap muslim wajib mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tauhid, karena itulah perjuangan untuk menegakkan kalimat tauhid yang sebenarnya.
Dan karena setiap muslim tentu ingin masuk surga serta selamat dari api neraka, maka marilah kita memperhatikan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berikut ini,
ู
َْู َูุงَู ุขุฎِุฑُ َููุงَู
ِِู ูุงَ ุฅََِูู ุฅِูุงَّ ุงَُّููู ุฏَุฎََู ุงْูุฌََّูุฉَ
“Barangsiapa yang akhir ucapannya (sebelum mati) adalah kalimat Laa ilaaha illallaah maka dia akan masuk surga.” [HR. Abu Daud dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Shahihul Jami’: 11425]
Jelaslah bahwa kunci surga adalah kalimat tauhid Laa ilaaha illallaah. Ibarat sebuah rumah, surga memiliki pintu yang harus dibuka dengan sebuah kunci, itulah kalimat Laa ilaaha illallaah. Akan tetapi, kenyataannya tidak semua orang yang memiliki kunci tersebut mampu membuka pintu surga, dikarenakan kunci mereka tidak bergerigi.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan dalam Shahih-nya,
ََِูููู َِْูููุจِ ุจِْู ู
َُูุจٍِّู ุฃََْููุณَ ูุงَ ุฅََِูู ุฅِูุงَّ ุงَُّููู ู
ِْูุชَุงุญُ ุงْูุฌََّูุฉِ َูุงَู ุจََูู ََِْูููู َْููุณَ ู
ِْูุชَุงุญٌ ุฅِูุงَّ َُูู ุฃَุณَْูุงٌู َูุฅِْู ุฌِุฆْุชَ ุจِู
ِْูุชَุงุญٍ َُูู ุฃَุณَْูุงٌู ُูุชِุญَ ََูู َูุฅِูุงَّ َูู
ْ ُْููุชَุญْ ََูู
“Pernah dikatakan kepada Wahb bin Munabbih rahimahullah: Bukankah Laa ilaaha illallaah adalah kunci surga? Beliau menjawab: Benar, akan tetapi tidak ada sebuah kunci kecuali memiliki gerigi, maka apabila engkau datang dengan kunci bergerigi akan dibukakan pintu surga untukmu, jika tidak maka tidak akan dibukakan untukmu.” [Shahih Al-Bukhari]
Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap hamba untuk memahami kalimat tauhid Laa ilaaha illallaah dengan baik dan mengamalkannya. Sebab tidak ada manfaatnya sama sekali jika seseorang hanya mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah, meskipun dia berzikir dengannya seribu kali setiap hari, jika tanpa memahami dan mengamalkannya, inilah yang dimaksud memiliki kunci tanpa gerigi.
Pelajari Lebih Detail Tentang Kalimat Tauhid, Maknanya, Rukunnya, Syaratnya dan Kesalahan-kesalahan dalam Penafsirannya.
Di Antara Bentuk Kesyirikan :
Senantiasa Mengikuti Hawa Nafsu
--------
Syeikh Sholeh bin Fauzan Alu Fauzan hafizhahullah berkata,
"Hawa Nafsu merupakan bentuk lain dari sesembahan.
Kesyirikan itu bukan hanya terbatas pada penyembahan patung dan berhala saja,
Akan tetapi, ada bentuk lain dari kesyirikan,
Kesyirikan tersebut adalah hawa nafsu.
Seseorang bisa jadi memang tidak menyembah patung, pohon, batu-batuan ataupun kuburan. Namun ia mengikuti hawa nafsunya. Ketika Ia berlaku demikian, maka sesungguhnya ia adalah hamba dari hawa nafsunya.
Seseorang wajib berhati-hati dalam hal ini. Jangan sampai ia melakukan sesuatu semata-mata karena mengikuti hawa nafsunya" .
(Ta’liq Syarhus Sunnah Imam Al-Barbahari : 30)
Penjelasan dari Syeikh Fauzan Hafizhahullah di atas semakna dengan apa yang telah difirmankan oleh Allah berikut,
ุฃَุฑَุฃَْูุชَ ู
َِู ุงุชَّุฎَุฐَ ุฅََُِٰููู ََููุงُู ุฃََูุฃَْูุชَ ุชَُُููู ุนََِْููู ًَِููููุง
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? ( Surat Al-Furqon : 43)
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan,
“Yakni dia adalah orang yang menganggap sesuatu itu baik berdasarkan hawa nafsunya, Agama dan Madzhabnya adalah yang sesuai dengan hawa nafsunya” .
Disebutkan dalam Tafsir Qurthubi bahwasanya Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu berkata,
“Hawa nafsu adalah sesembahan yang disembah selain Allah” . Kemudian beliau membaca ayat ini.
Disebutkan juga dalam Tafsir Al-Qurthubi, Hasan Al Bashri rahimahullah berkata,
“Tidaklah hawa nafsunya itu condong kepada sesuatu kecuali ia pasti mengikutinya” .
Mari cek diri kita masing-masing,
Apakah kita senantiasa mengikuti kemana hawa nafsu kita mengajak ? Ataukah kita berusaha melawannya ?
Terlebih lagi dalam beragama,
sudahkah kita beragama dengan betul-betul mengikuti tuntunan syariat ?
ataukah kita beragama sesuai hawa nafsu saja ?
kita pilih-pilih dalam melaksanakan syariat bagaikan memilih makanan di sebuah restoran prasmanan.
jika menurut hawa nafsu kita baik, enak, gampang dikerjakan, kita ikuti. Namun jika dirasa berat dan tidak disukai oleh hawa nafsu, kita enggan melakukannya.
Kalau hawa nafsu kita kepingin , ya dilakukan. Jika tidak, ditinggalkan.
Bukankah itu berarti kita telah menjadikan hawa nafsu sebagai penentu kita dalam beragama?
Di Antara Bentuk Kesyirikan :
Senantiasa Mengikuti Hawa Nafsu
--------
Syeikh Sholeh bin Fauzan Alu Fauzan hafizhahullah berkata,
"Hawa Nafsu merupakan bentuk lain dari sesembahan.
Kesyirikan itu bukan hanya terbatas pada penyembahan patung dan berhala saja,
Akan tetapi, ada bentuk lain dari kesyirikan,
Kesyirikan tersebut adalah hawa nafsu.
Seseorang bisa jadi memang tidak menyembah patung, pohon, batu-batuan ataupun kuburan. Namun ia mengikuti hawa nafsunya. Ketika Ia berlaku demikian, maka sesungguhnya ia adalah hamba dari hawa nafsunya.
Seseorang wajib berhati-hati dalam hal ini. Jangan sampai ia melakukan sesuatu semata-mata karena mengikuti hawa nafsunya" .
(Ta’liq Syarhus Sunnah Imam Al-Barbahari : 30)
Penjelasan dari Syeikh Fauzan Hafizhahullah di atas semakna dengan apa yang telah difirmankan oleh Allah berikut,
ุฃَุฑَุฃَْูุชَ ู
َِู ุงุชَّุฎَุฐَ ุฅََُِٰููู ََููุงُู ุฃََูุฃَْูุชَ ุชَُُููู ุนََِْููู ًَِููููุง
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? ( Surat Al-Furqon : 43)
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan,
“Yakni dia adalah orang yang menganggap sesuatu itu baik berdasarkan hawa nafsunya, Agama dan Madzhabnya adalah yang sesuai dengan hawa nafsunya” .
Disebutkan dalam Tafsir Qurthubi bahwasanya Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu berkata,
“Hawa nafsu adalah sesembahan yang disembah selain Allah” . Kemudian beliau membaca ayat ini.
Disebutkan juga dalam Tafsir Al-Qurthubi, Hasan Al Bashri rahimahullah berkata,
“Tidaklah hawa nafsunya itu condong kepada sesuatu kecuali ia pasti mengikutinya” .
Mari cek diri kita masing-masing,
Apakah kita senantiasa mengikuti kemana hawa nafsu kita mengajak ? Ataukah kita berusaha melawannya ?
Terlebih lagi dalam beragama,
sudahkah kita beragama dengan betul-betul mengikuti tuntunan syariat ?
ataukah kita beragama sesuai hawa nafsu saja ?
kita pilih-pilih dalam melaksanakan syariat bagaikan memilih makanan di sebuah restoran prasmanan.
jika menurut hawa nafsu kita baik, enak, gampang dikerjakan, kita ikuti. Namun jika dirasa berat dan tidak disukai oleh hawa nafsu, kita enggan melakukannya.
Kalau hawa nafsu kita kepingin , ya dilakukan. Jika tidak, ditinggalkan.
Bukankah itu berarti kita telah menjadikan hawa nafsu sebagai penentu kita dalam beragama?
๐ HUKUM MENGHADIRI UNDANGAN KERABAT YANG TERDAPAT KEMUNGKARAN PADANYA
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah
PERTANYAAN:
“Apakah boleh untuk saya duduk bermajelis yang ditemui beberapa perkara mungkar di dalamnya –untuk diketahui bahwa majelis mereka ini adalah dari kerabat saya dan saya ingin menyambung silaturrahim dengan mereka-?
JAWABAN:
❗“Seluruh majelis yang ada kemungkaran maka tidak boleh untuk bergabung di dalamnya.
Dan siapa yang ikut berkumpul maka ia semisal dengan pelaku(kemungkaran), berdasarkan firman Allah Tabaraka wa Ta’ala:
ََููุฏْ َูุฒََّู ุนََُْูููู
ْ ِูู ุงِْููุชَุงุจِ ุฃَْู ุฅِุฐَุง ุณَู
ِุนْุชُู
ْ ุขَูุงุชِ ุงِّููู ََُูููุฑُ ุจَِูุง َُููุณْุชَْูุฒَุฃُ ุจَِูุง َููุงَ ุชَْูุนُุฏُูุงْ ู
َุนَُูู
ْ ุญَุชَّู َูุฎُูุถُูุงْ ِูู ุญَุฏِูุซٍ ุบَْูุฑِِู ุฅَُِّููู
ْ ุฅِุฐุงً ู
ِّุซُُْููู
ْ ุฅَِّู ุงَّููู ุฌَุงู
ِุนُ ุงْูู
َُูุงَِِูููู َูุงَْููุงِูุฑَِูู ِูู ุฌَََّููู
َ ุฌَู
ِูุนุงً ﴿ูกูคู ﴾
"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam." Q.S. An-Nisaa’ : 140.
Terkadang sebagian orang menganggap baik untuk berangkat hadir sehingga (dalam anggapannya) tidak membuat orang yang mengundang merasa tersakiti dengan ketidakhadirannya.
Namun (yang benar) tidak wajib untuk ia mengambil peduli hal tersebut.
Sebab tidak boleh bagi seorang insan untuk mencari ridha makhluk yang mengakibatkan kemurkaan dari Al-Khaliq.
Sehingga seorang yang mencari ridha makhluk yang menyebabkan murka Al-Khaliq niscaya Allah Ta’ala murka kepadanya. Dan Dia akan menjadikan manusia murka kepadanya.
☝๐ปDan orang-orang apabila mereka menahan diri dari melakukan amalan (basa-basi) ini --yang mereka terbiasa di dalamnya—pasti mudah atas mereka setelahnya untuk meninggalkannya.
❗Adapun jika mereka menaungi adat-adat kebiasaan yang haram (tanpa ada pengingkaran dan masih menghadirinya) maka mereka akan terus berada di atasnya.”
Fataawa ‘alath Thariq fi Masaail Mutanawwi’ah, Al-‘Utsaimin, hal. 712.
๐ Alih Bahasa:
Al-Ustadz Abu Yahya al-Maidany hafizhahullah
๐ HUKUM MENGHADIRI UNDANGAN KERABAT YANG TERDAPAT KEMUNGKARAN PADANYA
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah
PERTANYAAN:
“Apakah boleh untuk saya duduk bermajelis yang ditemui beberapa perkara mungkar di dalamnya –untuk diketahui bahwa majelis mereka ini adalah dari kerabat saya dan saya ingin menyambung silaturrahim dengan mereka-?
JAWABAN:
❗“Seluruh majelis yang ada kemungkaran maka tidak boleh untuk bergabung di dalamnya.
Dan siapa yang ikut berkumpul maka ia semisal dengan pelaku(kemungkaran), berdasarkan firman Allah Tabaraka wa Ta’ala:
ََููุฏْ َูุฒََّู ุนََُْูููู
ْ ِูู ุงِْููุชَุงุจِ ุฃَْู ุฅِุฐَุง ุณَู
ِุนْุชُู
ْ ุขَูุงุชِ ุงِّููู ََُูููุฑُ ุจَِูุง َُููุณْุชَْูุฒَุฃُ ุจَِูุง َููุงَ ุชَْูุนُุฏُูุงْ ู
َุนَُูู
ْ ุญَุชَّู َูุฎُูุถُูุงْ ِูู ุญَุฏِูุซٍ ุบَْูุฑِِู ุฅَُِّููู
ْ ุฅِุฐุงً ู
ِّุซُُْููู
ْ ุฅَِّู ุงَّููู ุฌَุงู
ِุนُ ุงْูู
َُูุงَِِูููู َูุงَْููุงِูุฑَِูู ِูู ุฌَََّููู
َ ุฌَู
ِูุนุงً ﴿ูกูคู ﴾
"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam." Q.S. An-Nisaa’ : 140.
Terkadang sebagian orang menganggap baik untuk berangkat hadir sehingga (dalam anggapannya) tidak membuat orang yang mengundang merasa tersakiti dengan ketidakhadirannya.
Namun (yang benar) tidak wajib untuk ia mengambil peduli hal tersebut.
Sebab tidak boleh bagi seorang insan untuk mencari ridha makhluk yang mengakibatkan kemurkaan dari Al-Khaliq.
Sehingga seorang yang mencari ridha makhluk yang menyebabkan murka Al-Khaliq niscaya Allah Ta’ala murka kepadanya. Dan Dia akan menjadikan manusia murka kepadanya.
☝๐ปDan orang-orang apabila mereka menahan diri dari melakukan amalan (basa-basi) ini --yang mereka terbiasa di dalamnya—pasti mudah atas mereka setelahnya untuk meninggalkannya.
❗Adapun jika mereka menaungi adat-adat kebiasaan yang haram (tanpa ada pengingkaran dan masih menghadirinya) maka mereka akan terus berada di atasnya.”
Fataawa ‘alath Thariq fi Masaail Mutanawwi’ah, Al-‘Utsaimin, hal. 712.
๐ Alih Bahasa:
Al-Ustadz Abu Yahya al-Maidany hafizhahullah
DIANJURKAN BAGI ORANG YANG JUNUB UNTUK BERWUDHU TERLEBIH DULU SEBELUM MAKAN ATAU TIDUR ๐๐ฅ
๐ Dari Ummul Mu'minin, Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau mengatakan :
َูุงَู ุฑَุณُُูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงُููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ ุฅِุฐَุง َูุงَู ุฌُُูุจًุง َูุฃَุฑَุงุฏَ ุฃَْู َูุฃَُْูู ุฃَْู ََููุงู
َ َูุชََูุถَّุฃُ
"Apabila Rasulullah ๏ทบ dalam kondisi junub dan beliau ingin makan atau tidur; maka beliau berwudhu terlebih dulu." -SHAHIH- HR. Ibnu Abi Syaibah (Al Mushannaf, 675) dan Ahmad (24949)
๐ Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma berkata :
ุฅِุฐَุง ุฃَุฑَุงุฏَ ุงْูุฌُُูุจُ ุฃَْู َูุฃَُْูู ุฃَْู َูุดْุฑَุจَ ุฃَْู ََููุงู
َ ุชََูุถَّุฃَ
"Jika seorang yang junub ingin makan, minum, atau tidur; hendaknya ia berwudhu lebih dulu." -SHAHIH- Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (Al Mushannaf, 679)
๐ Muhammad bin Sirin rahimahullah menyatakan :
ุฅِุฐَุง ุฃَุฑَุงุฏَ ุงْูุฌُُูุจُ ุฃَْู َูุฃَُْูู ุฃَْู ََููุงู
َ ََْูููุชََูุถَّุฃْ َูุถُูุกَُู ِููุตََّูุงุฉِ
"Apabila orang yang junub ingin makan atau tidur; selayaknya ia berwudhu dulu seperti wudhu akan shalat." Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (Al Mushannaf, 669)
๐ Al Hafizh An Nawawi rahimahullah mengatakan :
ََููุฏْ َูุตَّ ุฃَุตْุญَุงุจَُูุง ุฃََُّูู ُْููุฑَُู ุงَّْูููู
ُ َูุงْูุฃَُْูู َูุงูุดُّุฑْุจُ َูุงْูุฌِู
َุงุนُ َูุจَْู ุงُْููุถُูุกِ ََููุฐِِู ุงْูุฃَุญَุงุฏِูุซُ ุชَุฏُُّู ุนََِْููู ََููุง ุฎَِูุงَู ุนِْูุฏََูุง ุฃََّู َูุฐَุง ุงُْููุถُูุกَ َْููุณَ ุจَِูุงุฌِุจٍ َูุจَِูุฐَุง َูุงَู ู
ุงูู ูุงูุฌู
ููุฑ
"Ulama madzhab kami menegaskan bahwa makruh bagi orang junub untuk tidur, makan, minum, atau berhubungan kembali sebelum ia berwudhu. Yang mana itu ditunjukkan dalam sejumalah hadits. Tidak ada silang pendapat di antara kami bahwa wudhu ini tidak wajib. Malik dan mayoritas ulama lainnya juga berpendapat demikian." (Al Minhaj, III/217)
DIANJURKAN BAGI ORANG YANG JUNUB UNTUK BERWUDHU TERLEBIH DULU SEBELUM MAKAN ATAU TIDUR ๐๐ฅ
๐ Dari Ummul Mu'minin, Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau mengatakan :
َูุงَู ุฑَุณُُูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงُููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ ุฅِุฐَุง َูุงَู ุฌُُูุจًุง َูุฃَุฑَุงุฏَ ุฃَْู َูุฃَُْูู ุฃَْู ََููุงู
َ َูุชََูุถَّุฃُ
"Apabila Rasulullah ๏ทบ dalam kondisi junub dan beliau ingin makan atau tidur; maka beliau berwudhu terlebih dulu." -SHAHIH- HR. Ibnu Abi Syaibah (Al Mushannaf, 675) dan Ahmad (24949)
๐ Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma berkata :
ุฅِุฐَุง ุฃَุฑَุงุฏَ ุงْูุฌُُูุจُ ุฃَْู َูุฃَُْูู ุฃَْู َูุดْุฑَุจَ ุฃَْู ََููุงู
َ ุชََูุถَّุฃَ
"Jika seorang yang junub ingin makan, minum, atau tidur; hendaknya ia berwudhu lebih dulu." -SHAHIH- Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (Al Mushannaf, 679)
๐ Muhammad bin Sirin rahimahullah menyatakan :
ุฅِุฐَุง ุฃَุฑَุงุฏَ ุงْูุฌُُูุจُ ุฃَْู َูุฃَُْูู ุฃَْู ََููุงู
َ ََْูููุชََูุถَّุฃْ َูุถُูุกَُู ِููุตََّูุงุฉِ
"Apabila orang yang junub ingin makan atau tidur; selayaknya ia berwudhu dulu seperti wudhu akan shalat." Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (Al Mushannaf, 669)
๐ Al Hafizh An Nawawi rahimahullah mengatakan :
ََููุฏْ َูุตَّ ุฃَุตْุญَุงุจَُูุง ุฃََُّูู ُْููุฑَُู ุงَّْูููู
ُ َูุงْูุฃَُْูู َูุงูุดُّุฑْุจُ َูุงْูุฌِู
َุงุนُ َูุจَْู ุงُْููุถُูุกِ ََููุฐِِู ุงْูุฃَุญَุงุฏِูุซُ ุชَุฏُُّู ุนََِْููู ََููุง ุฎَِูุงَู ุนِْูุฏََูุง ุฃََّู َูุฐَุง ุงُْููุถُูุกَ َْููุณَ ุจَِูุงุฌِุจٍ َูุจَِูุฐَุง َูุงَู ู
ุงูู ูุงูุฌู
ููุฑ
"Ulama madzhab kami menegaskan bahwa makruh bagi orang junub untuk tidur, makan, minum, atau berhubungan kembali sebelum ia berwudhu. Yang mana itu ditunjukkan dalam sejumalah hadits. Tidak ada silang pendapat di antara kami bahwa wudhu ini tidak wajib. Malik dan mayoritas ulama lainnya juga berpendapat demikian." (Al Minhaj, III/217)
0 komentar: