📜 RINGKASAN PEMBAHASAN SHOLAT TARAWIH
✅ *Pertama: Makna Sholat Tarawih*
Sholat Tarawih adalah,
قيام الليل جماعة في رمضان
“Qiyaamullail (sholat malam) secara berjama’ah di bulan Ramadhan.[1]
Dinamakan sholat tarawih yang bermakna ‘mengistirahatkan’ karena para sahabat radhiyallahu’anhum melakukan sholat tersebut dengan memanjangkan berdiri, rukuk dan sujud, dan apabila mereka telah sholat 4 raka’at maka mereka akan beristirahat sebelum melanjutkan ke raka’at berikutnya.[2]
Adapun dilakukan secara berjama’ah di masjid maka itu lebih afdhal, dan boleh dikerjakan di rumah namun kurang pahalanya, kecuali bagi wanita lebih afdhal di rumah. Dan apabila di satu masjid tidak dikerjakan sesuai sunnah maka hendaklah mencari masjid lain yang sesuai sunnah, jika tidak mendapatkan masjid lain yang sesuai sunnah maka lebih afdhal sholat sendiri di rumah.[3]
Adapun perpindah-pindah dari satu masjid ke masjid lain (tarawih keliling) bukan untuk tujuan mencari masjid yang sesuai sunnah maka termasuk kesia-siaan.[4]
✅ *Kedua: Hukum Sholat Tarawih*
Sholat tarawih sunnah mu’akkadah (sangat ditekankan), berdasarkan kesepakatan (ijma’) ulama, tidak ada perbedaan pendapat.[5]
✅ *Ketiga: Keutamaan Sholat Tarawih*
Keutamaannya sangat besar, diantaranya adalah menjadi sebab dosa-dosa diampuni. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa sholat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
➡ Syarat Mendapatkan Keutamaan Sholat Tarawih
Keutamaan sholat tarawih hanya akan didapatkan dengan memenuhi tiga syarat, dua syarat terdapat dalam hadits yang mulia ini dan satu syarat terdapat dalam hadits yang lain:
1) Berdasarkan iman, yaitu iman kepada Allah dan semua yang Allah wajibkan untuk diimani, termasuk mengimani bahwa sholat tarawih termasuk sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
2) Mengharapkan pahala, yaitu hanya mengharapkan balasan dari Allah semata-mata, inilah hakikat keikhlasan.
3) Meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam melakukannya. Berdasarkan sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits yang lain,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَد
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada atasnya petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
✅ *Keempat: Waktu Sholat Tarawih*
Waktu sholat tarawih dimulai ba’da Isya sampai terbit fajar (masuk waktu Shubuh), dan hendaklah dilakukan setelah sholat sunnah ba’da isya, kemudian tarawih, kemudian witir. Adapun melakukannya sebelum sholat Isya maka tidak sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.[6]
✅ *Kelima: Hukum Sholat Malam Berjama’ah di Selain Bulan Ramadhan*
Disyari’atkan sholat tarawih secara berjama’ah di masjid, dan tidak disyari’atkan menyengaja sholat malam berjama’ah di masjid selain di bulan Ramadhan karena itu termasuk bid’ah.[7]
Kecuali ketika kebetulan sekelompok orang sedang bermalam bersama di rumah di luar bulan Ramadhan, lalu mereka melakukan sholat malam bersama di rumah serta tidak dilakukan terus menerus maka boleh insya Allah ta’ala, karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah melakukannya bersama Ibnu Abbas, di lain kesempatan bersama Ibnu Mas’ud dan di lain kesempatan bersama Hudzaifah radhiyallahu’anhum, namun beliau tidak melakukannya secara berjama’ah terus menerus dan tidak di masjid.[8]
Adapun sebab Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak sholat tarawih sepanjang Ramadhan secara berjama’ah di masjid karena beliau khawatir diwajibkan dalam syari’at, dan setelah kematian beliau maka kekhawatiran itu tidak ada lagi karena syari’at telah sempurna, sehingga disunnahkan sholat tarawih sebulan penuh Ramadhan secara berjama’ah di masjid, dan para sahabat pun mengerjakannya.
✅ *Keenam: Berapa Jumlah Raka’at Sholat Tarawih?*
*Jumlah raka’atnya yang disunnahkan adalah 11 raka’at, melakukan salam setiap dua raka’at.* [9] Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu’anha,
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak menambah sholat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula di bulan lainnya lebih dari 11 raka’at.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Adapun mengerjakannya sekaligus empat raka’at sekali salam adalah kurang tepat (dalam memahami dalil yang menyebutkan sholat beliau empat raka’at, empat raka’at) karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menegaskan bahwa sholat malam dua raka’at salam, dua raka’at salam (sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar pada poin ketujuh).[10]
*Dan diantara bentuk sholatnya adalah dua raka’at, dua raka’at sampai sepuluh raka’at dan ditutup dengan witir satu raka’at terakhir.* [11] Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu’anha,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ عَشْرَ رَكَعَاتٍ، وَيُوتِرُ بِسَجْدَةٍ، وَيَسْجُدُ سَجْدَتَيِ الْفَجْرِ، فَذَلِكَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam sholat malam 10 raka’at dan sholat witir satu raka’at, dan sholat sunnah sebelum Shubuh dua raka’at, maka semuanya menjadi 13 raka’at.” [HR. Abu Daud, Shahih Abi Daud: 1205]
✅ *Ketujuh: Hukum Sholat Tarawih Lebih dari 11 Raka’at*
Menambah lebih dari 11 raka’at dibolehkan, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Sholat malam itu dua raka’at, dua raka’at, maka apabila seorang dari kalian khawatir masuknya waktu Shubuh hendaklah sholat satu raka’at sebagai witir untuk menutup sholat yang telah ia kerjakan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]
Dan telah shahih riwayat-riwayat dari para sahabat, ada yang melakukan 11 raka’at dan ada pula yang lebih dari itu. Akan tetapi yang afdhal adalah mengikuti jumlah yang tertera dalam As-Sunnah, yaitu 11 raka’at dengan melakukannya perlahan-lahan dan memanjangkan, tanpa memberatkan makmum.[12]
Adapun melakukannya dengan cepat sehingga melalaikan kewajiban dan rukun sholat seperti tidak thuma’ninah maka sholatnya tidak sah.[13]
Dan dibolehkan membaca mushaf bagi imam, terutama demi memanjangkan sholat tarawih.[14]
✅ *Kedelapan: Jangan Tinggalkan Imam Sebelum Selesai Tarawih dan Witir*
Hendaklah melakukan sholat tarawih dan witir bersama imam sampai selesai, baik imam sholat 11 raka’at maupun lebih, ikuti terus sholat imam dari awal sampai selesai, jangan meninggalkan imam sebelum selesai.[15] Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya barangsiapa yang sholat (tarawih) bersama imam sampai imam selesai sholat maka dituliskan baginya pahala sholat semalam penuh.” [HR. At-Tirmidzi dari Abu Dzar radhiyallaahu’anhu, Al-Irwa’: 447]
✅ Kesembilan: Hukum Sholat Tarawih Wanita di Masjid
Dibolehkan bagi wanita ikut sholat tarawih di masjid dengan syarat aman dari ‘fitnah’ antara lawan jenis, dan hendaklah seorang wanita menghiasi diri dengan adab-adab syari’at, dan sangat disayangkan syarat penting ini tidak dipenuhi oleh banyak wanita muslimah. Oleh karena itu sholat wanita di rumah lebih baik bagi wanita, baik untuk sholat wajib maupun sholat sunnah, selain sholat hari raya.[16]
✅ *Kesepuluh: Adakah Doa dan Dzikir Sholat Tarawih?*
Tidak ada iqomah untuk sholat tarawih, tidak ada pula dzikir-dzikir khusus atau bacaan-bacaan khusus sebelum tarawih dan di antara dua raka’at sholat tarawih.
Mengkhususkan dzikir-dzikir tertentu yang tidak berdasarkan dalil termasuk bid’ah, dan mengeraskan dzikir tersebut, dengan cara dibaca oleh imam kemudian dijawab oleh makmum, serta doa dan dzikir secara berjama’ah setelah tarawih juga termasuk bid’ah dan menyelisihi adab berdzikir, yaitu tidak mengeraskan suara, kecuali apabila terdapat dalil untuk mengeraskannya bagi laki-laki seperti takbir idul fitri dan idul adha.[17]
Surat dan dzikir yang disyari’atkan
dalam sholat malam secara khusus -sependek yang kami ketahui- hanyalah dalam sholat witir dan setelahnya, yang terdapat dalam hadits Abdur Rahman bin Abza radhiyallahu’anhu berikut ini,
أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، وَكَانَ إِذَا سَلَّمَ قَالَ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ، ثَلَاثًا يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالْآخِرَةِ
“Bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sholat witir (tiga raka’at) dengan membaca ‘Sabbihisma Robbikal A’la’(pada raka’at pertama), ‘Qul yaa ayyuhal kaafiruun’ (pada raka’at kedua) dan ‘Qul Huwallaahu Ahad’ (pada raka’at ketiga), dan setelah salam beliau membaca:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
‘Subhaanal Maalikil Qudduus’ (Maha suci Allah Raja yang Maha Suci dari segala kekurangan).
Beliau membacanya tiga kali dan memanjangkannya pada bacaan yang ketiga.” [HR. Ahmad dan Abu Daud, dan redaksi ini milik Ahmad, lihat Shahih Abi Daud: 1284]
Namun sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa dan istighfar di akhir malam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita tabaaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku jawab do’anya, siapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku kabulkan permintaannya, dan siapa yang memohon ampunan kepada-Ku maka akan Aku ampuni dia.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
🌴 Catatan Kaki:
[1] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/210.
[2] Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 4/10
[3] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 7/199 no. 6914.
[4] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/211.
[5] Lihat Syarhu Muslim lin Nawawi, 6/286 dan Al-Mughni, 2/601, sebagaimana dalam Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 316.
[6] Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 4/60.[7] Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 4/60.[8] Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 4/60-61.[9] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/210.
[10] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 11/321.
[11] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 11/321.
[12] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 11/322.
[13] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/211.
[14] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 7/203-204, no. 2238.
[15] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/211.
[16] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/211.
[17] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 2/528-529 no. 6260 dan 7/209-218 no. 7572.
💻 Sumber:
📑 www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/619193694896783:0
🗃 Markaz Ta’awun Dakwah dan Bimbingan Islam
♻ Raih amal shalih dengan menyebarkan kiriman ini , semoga bermanfaat.
Jazakumullahu khoiron.
*•══════════════════════•*
📮 *Published by :*
*Grup MAJELIS SUNNAH* || Kajian Ilmiah, Tauhid, dan Sunnah
ⓑⓐⓡⓐⓚⓐⓛⓛⓐⓗ
🇲🇨 •═════════════• 🇵🇸
✍🏻 Semangat *Berdakwah* Karena *Allah*, Jadikan hidupmu Lebih *Bermanfaat* bagi *Orang Lain*.
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪
0 komentar: